"Selama seseorang masih memiliki sesuatu untuk diperjuangkan, dia tidak akan bunuh diri. Kecuali jika memang bunuh diri adalah satu-satunya cara mempertahankan apa yang dia perjuangkan."
Background image by Pinterest |
Sudah tujuh tahun Nakamura Chidori tak lagi berhubungan dengan dua sahabatnya, Hashimoto dan Sakamoto, sejak ia memilih untuk menghilang dari hadapan mereka berdua. Dan ketika Nakamura mendapat telepon dari kepolisian yang menyatakan Hashimoto telah bunuh diri, ia tidak tahu harus merasa apa.
Nakamura tidak menangis saat melihat jasad Hashimoto, juga tidak saat menjadi tuan rumah di pemakaman sahabatnya. Karena ia merasa orang-orang yang melayat tak ada yang kenal betul Hashimoto. Baru di hadapan Sakamoto—pria yang dulu pernah menjadi cinta pertamanya, Nakamura bisa menumpahkan seluruh air mata.
Kematian Hashimoto dan kehadiran Sakamoto, perlahan membuka pintu kenangan yang berusaha Nakamura kubur dalam-dalam. Satu persatu memori akan jalinan persahabatan mereka semasa sekolah hingga akhir masa kuliah muncul kembali—memori-memori akan impian dan janji yang berusaha mereka wujudkan bersama juga pengkhianatan yang Nakamura lakukan. Di antara memori-memori tersebut, Nakamura berusaha mencari tahu alasan kepergian Hashimoto yang sebenarnya dan mulai menyadari arti dibalik tiga buah angka 3 yang digambar Hashimoto di atap sekolah sebagai pesan terakhirnya.
Terkadang ingatan itu pilih kasih. Tidak semua kejadian di kehidupan kita akan terekam selamanya. Beberapa akan kita ingat sampai mati, dan sisanya akan menghilang begitu saja.
Beberapa tahun yang lalu, secara tidak sengaja aku menemukan buku ini di aplikasi iJakarta. Premis ceritanya yang tidak biasa langsung menarik perhatianku. Ketika selesai membacanya, buku ini langsung kutetapkan menjadi salah satu buku favoritku. Sejak itu, aku berniat untuk memiliki fisiknya. Dan beruntungnya, beberapa bulan lalu aku mendapatkan buku ini dengan harga yang murah di cuci gudang Gramedia.
3 (Tiga) menggunakan negara Jepang sebagai latarnya. Setting-nya terasa sangat kental dan kuat. Bukan hanya sebagai latar tempat, tapi juga budaya, sosial dan suasananya dideskripsikan dengan begitu mendetail. Bahkan awalnya aku sempat mengira jika buku ini merupakan buku terjemahan. Di sini, penulis benar-benar menyajikan kisah di dalamnya dengan apik.
3 (Tiga) menggunakan negara Jepang sebagai latarnya. Setting-nya terasa sangat kental dan kuat. Bukan hanya sebagai latar tempat, tapi juga budaya, sosial dan suasananya dideskripsikan dengan begitu mendetail. Bahkan awalnya aku sempat mengira jika buku ini merupakan buku terjemahan. Di sini, penulis benar-benar menyajikan kisah di dalamnya dengan apik.
Karakter para tokohnya pun begitu kuat, masing masing memiliki ciri yang jelas, dan konsistensinya terealisasi dalam dialog dan gestur tubuh mereka. Aku suka dengan interaksi para tokoh yang dibangun penulis. Meski memiliki sifat yang saling bertentangan, mereka tetap bisa saling memahami sebaik mereka memahami diri mereka sendiri.
Awalnya aku sempat marah dengan sifat Nakamura yang sering pesimis, pengecut dan bagaimana ia memilih untuk mengkhianati impian dan janji yang berusaha mereka bertiga wujudkan. Tapi seiring cerita bergulir, aku jadi lebih memahaminya. Karena pada akhirnya tokoh Nakamura begitu manusiawi, karakternya begitu dekat dengan keseharian kita—yang terkadang suka merasa 'kecil' dan memilih 'lari' untuk menyelamatkan diri ketimbang menghadapi sesuatu yang tidak sanggup kita atasi.
Awalnya aku sempat marah dengan sifat Nakamura yang sering pesimis, pengecut dan bagaimana ia memilih untuk mengkhianati impian dan janji yang berusaha mereka bertiga wujudkan. Tapi seiring cerita bergulir, aku jadi lebih memahaminya. Karena pada akhirnya tokoh Nakamura begitu manusiawi, karakternya begitu dekat dengan keseharian kita—yang terkadang suka merasa 'kecil' dan memilih 'lari' untuk menyelamatkan diri ketimbang menghadapi sesuatu yang tidak sanggup kita atasi.
Buku 3 (Tiga) ini memiliki aura yang kelam. Saat pertama kali membacanya dulu, buku ini benar-benar menguras emosiku dan beberapa kali membuatku menangis. Bahkan ketika membacanya ulang, buku ini tetap saja membuatku tercekat. Meski sebuah debut, nyatanya penulis berhasil menjerat pembacanya dalam pusaran emosi tokohnya dengan begitu kuat.
Over all, membaca buku 3 (Tiga) ini membuatku menetapkan penulis sebagai penulis lokal favorit yang akan selalu aku nantikan karyanya. Membaca buku ini mengingatkan pada kita bahwa janji yang terkadang kita anggap sepele dan kita abaikan, terkadang justru bisa sangat merusak pihak lain.
Persahabatan adalah sesuatu yang tidak jelas. Tidak mungkin seseorang yang tertawa bersama orang lain dikatakan bersahabat. Ketika seseorang meluangkan waktu untuk orang lain, meskipun dia harus mengorbankan waktunya sendiri, apakah itu juga disebut persahabatan?
Binatang akan mati jika kesepian, tapi manusia bisa bertahan.×××
Judul : 3 (Tiga)
Penulis : Alicia Lidwina
Penyunting : Tri Saputra Sakti
Desain Sampul : Orkha Creative
Penerbit : GPU
Terbit: Juli 2015
Tebal : 320 hlm.
Membaca resensinya jadi pengen ikutan baca. Tapi kaget saya kalau ternyata setting novel ini di jepang. Dikira tuh di Indonesia, hehe.
BalasHapusSempet beberapa kali ngeliat beberapa blogger memuji buku ini sih. Dan kayaknya memang bagus ya.
soalnya karena tema yang diangkat tentang bunuh diri, jadi menurutku Jepang sebagai latarnya memang lebih pas karena lebih individualis.
Hapusayo buruan baca! 😁