[Review] Turtles All the Way Down: Eksplorasi Mendalam tentang OCD, Identitas, dan Cinta

Posting Komentar

Pikiran itu seperti spiral, selalu kembali ke titik awal, tidak peduli seberapa jauh kau mencoba untuk melarikan diri.
Turtles All the Way Down

Beli novel Turtles All the Way Down di sini

Pernah nggak sih, kamu merasa terjebak dalam pikiranmu sendiri? Kayak ada kaset rusak yang terus berputar di kepala, memutar ulang kecemasan dan ketakutan yang sama berulang-ulang. Nah, di novel Turtles All the Way Down karya John Green ini, kita diajak menyelami dunia Aza Holmes, seorang remaja cewek yang berjuang melawan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan kecemasan yang nggak ada habisnya.

Aza ini hidupnya penuh dengan pikiran-pikiran intrusif yang bikin dia susah fokus sama hal lain. Dia selalu khawatir soal bakteri, infeksi, dan hal-hal yang bikin kita mengernyitkan dahi. Tapi tenang, meskipun temanya berat, John Green mengemasnya dengan bahasa yang ringan dan puitis, khas John Green banget, deh!

Sinopsis Novel Turtles All the Way Down

Aza Holmes adalah seorang gadis remaja yang berjuang melawan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Ia terus-menerus dihantui oleh pikiran-pikiran intrusif dan ketakutan irasional, terutama tentang bakteri dan infeksi. Hidupnya terasa seperti spiral yang tak berujung, di mana ia terjebak dalam lingkaran pikiran yang berulang dan ritual kompulsif.

Di tengah perjuangannya melawan OCD, Aza dan sahabatnya, Daisy Ramirez, terlibat dalam pencarian seorang miliarder yang hilang secara misterius, Russell Pickett. Ayah Davis Pickett, cinta pertama Aza. Hilangnya Russell Pickett memicu rasa ingin tahu Aza dan Daisy, dan mereka pun memulai penyelidikan mereka sendiri.

Seiring berjalannya penyelidikan, Aza semakin dekat dengan Davis. Mereka berdua terhubung oleh rasa kehilangan dan kesepian. Aza menemukan kenyamanan dan penerimaan dalam hubungannya dengan Davis, meskipun ia terus berjuang melawan kecemasannya.

Namun, pikiran obsesif Aza dan ketakutannya yang terus-menerus mengancam untuk menghancurkan hubungan mereka. Aza berusaha keras untuk mengendalikan pikirannya, tetapi OCD terus menariknya ke dalam spiral yang lebih dalam.

Aku tahu bahwa pikiran-pikiranku bukanlah aku, tetapi mereka terus berbicara, berteriak, menjerit di dalam kepalaku.

Pencarian Russell Pickett membawa Aza dan Daisy pada petualangan yang tak terduga, mengungkap rahasia keluarga Pickett dan menguji persahabatan mereka. Aza harus menghadapi ketakutan terbesarnya dan menemukan cara untuk hidup berdampingan dengan OCD, sementara itu ia juga harus menemukan jati dirinya di tengah kekacauan hidupnya.

Turtles All the Way Down adalah novel tentang perjuangan melawan gangguan mental, pentingnya persahabatan, dan kompleksitas cinta dan hubungan manusia. John Green dengan jujur dan mendalam menggambarkan pengalaman hidup dengan OCD, menciptakan sebuah kisah yang menyentuh hati dan menginspirasi.

Ulasan Novel Turtles All the Way Down

John Green, penulis The Fault in Our Stars yang terkenal itu, kembali dengan novel memukau yang mengajak kita menyelami dunia Aza Holmes, seorang remaja yang bergulat dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). 

Turtles All the Way Down tidak hanya sekadar kisah cinta remaja, tetapi juga eksplorasi mendalam tentang kecemasan, identitas diri, dan arti menjadi manusia. Dengan gaya penulisan yang khas—puitis, reflektif, dan dibumbui humor—Green membawa kita pada perjalanan emosional yang tak terlupakan.

Aku merasakan dorongan yang tak tertahankan untuk menekan luka itu, untuk memastikannya masih ada di sana, bahwa aku masih utuh.

Penggambaran tentang Sisi Gelap OCD dan Perjalanan Menemukan Jati Diri

John Green dengan cermat menggambarkan perjuangan Aza Holmes dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan kecemasan. Aza terjebak dalam "spiral pikiran", pikiran-pikiran yang terus berputar di kepalanya dan mendorongnya untuk melakukan ritual kompulsif. Green tidak menghindar untuk menunjukkan sisi gelap dan melelahkan dari OCD, seperti ketakutan Aza yang irasional terhadap kuman dan infeksi, serta kebutuhannya yang terus-menerus untuk memeriksa dan memastikan hal-hal berulang kali. Kita diajak masuk ke dalam pikiran Aza, merasakan ketidakberdayaan dan frustrasi yang ia alami saat berusaha melawan pikiran-pikiran obsesifnya.

Meskipun novel ini mengungkapkan perjuangan Aza dengan OCD, Turtles All the Way Down bukanlah sebuah kisah tentang penyakit mental semata. Novel ini juga merupakan sebuah perjalanan menuju penerimaan diri dan penemuan jati diri. Aza, dengan segala ketidaksempurnaannya, mengajarkan kita tentang keberanian untuk menghadapi ketakutan, pentingnya persahabatan, dan kekuatan cinta dalam menyembuhkan luka batin. Green dengan indah menunjukkan bahwa meskipun hidup penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, kita selalu memiliki kemampuan untuk menemukan makna dan harapan.

Penggunaan Metafora Unik 

John Green piawai dalam merangkai kata dan menciptakan metafora-metafora unik yang membekas di benak pembaca. Salah satu yang paling menonjol adalah metafora "spiral pikiran" yang menggambarkan pikiran obsesif Aza yang terus berputar, menariknya ke dalam pusaran kecemasan yang tak berujung. Metafora ini secara efektif mengilustrasikan bagaimana OCD dapat menjebak penderitanya dalam siklus pikiran yang melelahkan dan sulit dikendalikan. Selain itu, Green juga menggunakan metafora "lingkaran kura-kura" yang mengacu pada kisah tentang dunia yang bertumpu pada seekor kura-kura raksasa, yang kemudian bertumpu pada kura-kura lain yang lebih besar, dan seterusnya. Metafora ini mencerminkan perasaan Aza tentang realitas dan identitas diri yang terus dipertanyakan, serta ketidakpastian yang ia rasakan tentang dunia di sekitarnya.

Melalui metafora-metafora ini, Green tidak hanya memperindah tulisan, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kondisi mental yang dialami Aza. Pembaca diajak untuk melihat dunia melalui kacamata Aza, merasakan kekacauan dan kerentanan yang ia alami, serta upaya kerasnya untuk menemukan makna dan titik pijak di tengah lautan pikiran yang bergejolak. Penggunaan metafora yang cerdas dan imajinatif inilah yang membuat Turtles All the Way Down menjadi sebuah karya yang kaya dan berkesan.

Kadang-kadang aku merasa seperti berada di dalam lingkaran kura-kura, pikiran-pikiranku terus berputar, dan aku tidak bisa menemukan jalan keluar.

Karakter yang Kompleks dan Relevan

Aza Holmes, tokoh utama dalam Turtles All the Way Down, bukanlah tipikal karakter remaja dalam novel pada umumnya. Ia kompleks, rentan, dan sangat nyata dengan segala kekurangan dan ketakutannya. Perjuangan Aza melawan OCD dan kecemasan digambarkan dengan begitu jujur dan mendalam, sehingga membuatnya mudah dipahami dan dirasakan oleh pembaca. Kita bisa merasakan frustrasi Aza ketika terjebak dalam spiral pikiran, ketakutannya yang irasional, dan kerinduannya akan kehidupan yang normal. Namun, Aza juga memiliki kekuatan dan keberanian untuk terus berjuang, mencari cara untuk hidup berdampingan dengan kondisi mentalnya.

Selain Aza, karakter-karakter lain dalam novel ini juga dibangun dengan baik dan memiliki kedalaman masing-masing. Daisy Ramirez, sahabat Aza, adalah sosok yang setia, suportif, dan selalu ada untuk Aza di saat-saat sulit. Davis Pickett, cinta pertama Aza, juga merupakan karakter yang menarik dengan pergulatan emosionalnya sendiri. Interaksi antar karakter dalam novel ini terasa alami dan autentik, menambah daya tarik dan relevansi cerita bagi pembaca.

Cinta dan persahabatan adalah dua sisi mata uang yang sama, keduanya penting untuk kebahagiaan sejati.

Alur Cerita yang Berlapis dan Menarik

Turtles All the Way Down menawarkan alur cerita yang menarik dengan memadukan eksplorasi mendalam tentang kesehatan mental dan misteri hilangnya seorang miliarder. Di awal cerita, kita diperkenalkan dengan kehidupan Aza Holmes dan perjuangannya melawan OCD. Kemudian, muncul misteri hilangnya Russell Pickett, ayah dari Davis, teman Aza, yang menambah lapisan intrik pada cerita. Aza dan sahabatnya, Daisy, terlibat dalam pencarian Russell Pickett, yang membawa mereka pada petualangan mengungkap rahasia keluarga Pickett. Alur cerita yang berlapis ini membuat pembaca terus penasaran dan ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Selain misteri yang menarik, novel ini juga menawarkan perkembangan karakter yang signifikan dan eksplorasi tema yang mendalam. Perjalanan Aza dalam menerima kondisi mentalnya, persahabatannya dengan Daisy, dan hubungannya dengan Davis, semuanya terjalin dengan apik dalam alur cerita yang dinamis. Green berhasil menyeimbangkan antara elemen misteri, percintaan, dan persahabatan, menciptakan sebuah bacaan yang menghibur sekaligus mengajak refleksi.

Akhir yang Realitis

Berbeda dengan banyak novel remaja yang kerap menyajikan akhir bahagia yang sempurna, Turtles All the Way Down justru menawarkan akhir yang realistis dan menggantung. Green tidak memberikan solusi instan bagi perjuangan Aza melawan OCD. Meskipun ada progres dan harapan, novel ini jujur menunjukkan bahwa hidup dengan gangguan mental adalah perjalanan panjang yang penuh liku. Akhir cerita yang terbuka ini mungkin membuat sebagian pembaca merasa kurang puas, namun justru di sinilah letak kekuatannya. Green mengajak kita untuk menerima kenyataan bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginan dan bahwa perjuangan melawan diri sendiri adalah sebuah proses yang berkelanjutan.


Menariknya, novel ini telah diadaptasi menjadi film yang tayang Mei 2024 lalu. Adaptasi film ini memberikan dimensi visual pada kisah Aza dan perjuangannya melawan OCD. Meskipun ada beberapa perbedaan dengan novelnya, film ini cukup berhasil menangkap esensi dan pesan penting dari karya asli John Green. Bagi mereka yang telah membaca novelnya, menonton film adaptasinya bisa menjadi sebuah pengalaman menarik untuk melihat bagaimana karakter dan cerita yang mereka kenal dihidupkan di layar lebar.

Eksplorasi Mendalam tentang Kondisi Manusia

Turtles All the Way Down adalah bacaan wajib bagi siapa pun yang tertarik pada eksplorasi mendalam tentang kondisi manusia. John Green dengan brilian memadukan elemen misteri, percintaan, dan persahabatan dengan penggambaran autentik tentang perjuangan melawan gangguan mental. 

Novel ini tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga membuka mata dan pikiran kita tentang kompleksitas jiwa manusia. Bagi para penggemar John Green, novel ini tentu saja tidak boleh dilewatkan. Namun, lebih dari itu, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang mencari bacaan bermakna yang mengajak berpikir dan merasakan, terutama bagi mereka yang pernah merasakan pergolakan batin dan kerentanan dalam hidup.

Kadang-kadang aku merasa seperti berada di dalam lingkaran kura-kura, pikiran-pikiranku terus berputar, dan aku tidak bisa menemukan jalan keluar. Tapi mungkin, lingkaran itu bukanlah penjara, melainkan labirin. Dan mungkin, suatu hari nanti aku akan menemukan jalan keluarnya.

Identitas Buku

  • Judul: Turtles All the Way Down
  • Penulis: John Green
  • Penerjemah: Prisca Primasari
  • Penyunting: Dyah Agustine
  • Desain Sampul: Agung Wulandana
  • Penerbit: Qanita (PT Mizan Pustaka)
  • Terbit: April 2018
  • Tebal: 344 hlm.

Related Posts

Posting Komentar